Selasa, 03 Juni 2014

Puncak Hitam

"Leonid"

 

Kukenakan baju hangat pemberian ayahku setahun lalu; selain hangat, aku bisa merasakan kehangatannya mendekapku erat. aku benci perasaan ini; mengenang asa. aku tahu ini konyol, mengenang sesuatu yang telah hilang hanya menimbulkan rasa sakit. jadi, disinilah aku. berdiri diatas puncak hitam tak jauh dari pekarangan rumahku. menatap langit dan membisu.

    "Ayah, apa itu bintang?" tanyaku sewaktu aku masih lima tahun. Dia hanya tersenyum dan menatapku seolah aku adalah malaikat baginya

    "Bintang itu kau, leonid. disitulah kau berada ketika aku memimpikan seseorang hadir menemaniku"

Jika kau menginginkanku, mengapa kau meninggalkanku sekarang? aku hanya tersenyum kecut mengingatnya. ah bodoh, tinggalkan masa lalu! bentakku kepada batin yang masih terkekang kenangan.

Semilir angin berhembus, menyentuh kulitku dan menimbulkan sensasi yang aneh; lembut namun dingin. langit malam masih hitam, dengan bintang berkelip bertaburan disana-sini. Dari puncak ini, aku dapat melihat perkotaan bising lengkap dengan kerlap-kerlip lampu malam yang indah. pernah sesekali aku mencoba untuk mengitari perkotaan, namun sesegera aku menyesalinya.

Aku marah, bukan karena merah. Aku marah karena biru terlalu kelam mengambil jiwaku. aku kosong, karena aku terisi. jadi ketika aku melewati perumahan dan mengintip dari jendela (percayalah, itu tak sengaja) aku melihat keluarga bahagia sedang makan malam dan senyum sumringah terpasang pada wajah bersih mereka. Makanan tersaji di atas meja mewah porselin, pakaian modern yang cantik, serta semua bayangan kemewahan dan kenyamanan ada disana.

Mengapa semua begitu tidak adil bagiku? apa aku terlalu hitam untuk semua ini? amarah menyelimuti benakku. seperti air mendidih, aku berada di titik tertinggi panas. lalu kulempar batu kerikil itu dan tepat mengenai jendela rumah mewah itu. selanjutnya, aku tidak ingat. karena aku berakhir di kantor polisi dan seseorang membebaskanmu.

tentang "seseorang" itu, beribu pertanyaan masih menyelimuti benakku. apa kau pernah merasa seperti kau diikuti bayangan namun bayangan itu tetap menjagamu selama ini? begitulah "sesorang" bagiku. aku tidak tahu siapa maupun bagaimana bentuknya, namun dia tetap menjagaku selama ini.

Sudah dua jam berlalu, dan pikiran serta emosiku masih berkeliaran dimana-mana. jadi aku memutuskan untuk berpamitan dengan malam, bergegas menuju rumahku dan mengendap-endap menuju kamarku melalui jendela, berharap ibukku tidak melihatku atau aku akan dihukum untuk membersihkan kandang lagi.

Aku merasa kesepian. setidaknya, malam masih menemaniku.

1 komentar:

Bagaimana menurutmu?

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search